Ringkasan Pelajaran: Proses Perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara Pada kelas X
Proses Perumusan Pancasila
Sidang BPUPK (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan):BPUPK adalah badan yang dibentuk oleh Jepang untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Dalam sidang BPUPK, para tokoh bangsa membahas dasar negara yang akan digunakan oleh Indonesia merdeka.
Pidato Sukarno pada 1 Juni 1945 menjadi momen penting di mana Sukarno pertama kali mengemukakan konsep Pancasila sebagai dasar negara.
Panitia Sembilan:
Setelah sidang BPUPK, dibentuk Panitia Sembilan yang bertugas merumuskan dasar negara.
Pada 22 Juni 1945, Panitia Sembilan menghasilkan Piagam Jakarta, yang menjadi cikal bakal Pembukaan UUD 1945. Piagam Jakarta memuat rumusan awal Pancasila dengan sila pertama yang berbunyi: "Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya."
Sidang PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia):
Pada 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan Pembukaan UUD 1945 yang memuat rumusan final Pancasila sebagai dasar negara.
Sila pertama dalam Pancasila diubah menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa" untuk mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa yang majemuk.
Peristiwa Penting dalam Perumusan Pancasila
- Pidato Sukarno 1 Juni 1945: Sukarno menyampaikan lima dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila.
- Piagam Jakarta 22 Juni 1945: Rumusan awal Pancasila yang disusun oleh Panitia Sembilan.
- Pengesahan Pancasila 18 Agustus 1945: Pancasila resmi menjadi dasar negara dalam Pembukaan UUD 1945.
Kesatuan Proses Perumusan Pancasila
Proses perumusan Pancasila tidak dapat dilihat sebagai peristiwa yang terpisah. Sidang BPUPK, Panitia Sembilan, dan PPKI merupakan rangkaian yang saling terkait dan melibatkan dinamika serta gagasan besar dari para pendiri bangsa.
Pancasila merupakan hasil dari musyawarah dan kompromi antara berbagai kelompok dan pemikiran yang ada pada saat itu, mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa.
Tokoh-Tokoh Penting
Sukarno: Penggagas Pancasila dalam pidatonya pada 1 Juni 1945.
H. Agus Salim, Achmad Soebardjo, M. Yamin, Soepomo, M. Hatta: Tokoh-tokoh lain yang berperan dalam perumusan dasar negara melalui sidang BPUPK dan PPKI.
Poin Penting
Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan melalui proses panjang yang melibatkan berbagai sidang dan tokoh bangsa.
Peristiwa seperti Pidato Sukarno 1 Juni 1945, Piagam Jakarta 22 Juni 1945, dan Pengesahan Pancasila 18 Agustus 1945 merupakan momen-momen kunci dalam perumusan Pancasila.
Pancasila mencerminkan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia yang majemuk.
Mengapa Terdapat Perbedaan Gagasan tentang Dasar Negara dalam Sidang Pertama BPUPK?
Dalam sidang pertama Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) yang berlangsung pada 29 Mei hingga 1 Juni 1945, terdapat perbedaan gagasan tentang dasar negara yang akan digunakan oleh Indonesia merdeka. Perbedaan ini muncul karena beberapa faktor, antara lain:
1. Keragaman Latar Belakang dan Pemikiran Para Tokoh
Para anggota BPUPK berasal dari berbagai latar belakang, seperti agama, budaya, pendidikan, dan ideologi politik yang berbeda.
Beberapa tokoh memiliki pandangan yang lebih sekuler, sementara yang lain menginginkan dasar negara yang lebih religius, khususnya berdasarkan ajaran Islam.
Contohnya, Ki Bagoes Hadikoesoemo dan K.H. Wachid Hasjim mengusulkan agar Islam dijadikan dasar negara, sementara tokoh seperti Soepomo dan Mohammad Hatta lebih menekankan pada persatuan nasional dan semangat kebangsaan.
2. Kekhawatiran Terhadap Perpecahan
Para anggota BPUPK khawatir bahwa jika dasar negara terlalu condong ke satu kelompok atau agama tertentu, hal itu dapat menimbulkan perpecahan di antara rakyat Indonesia yang sangat majemuk.
Mereka menyadari bahwa Indonesia terdiri dari berbagai suku, agama, dan budaya, sehingga diperlukan dasar negara yang dapat memersatukan seluruh rakyat.
3. Pengaruh Konteks Sejarah dan Politik
Pada saat itu, Indonesia masih berada di bawah pendudukan Jepang, dan para tokoh bangsa harus berhati-hati dalam menyampaikan gagasan mereka agar tidak menimbulkan konflik dengan penguasa Jepang.
Selain itu, situasi politik yang tidak stabil dan tekanan dari berbagai kelompok membuat para tokoh harus berkompromi untuk mencapai kesepakatan.
4. Perbedaan Prioritas
Beberapa tokoh lebih menekankan pada aspek kebangsaan dan persatuan, seperti Sukarno yang mengusulkan Pancasila sebagai dasar negara.
Sementara itu, tokoh lain lebih menekankan pada aspek keagamaan, seperti Ki Bagoes Hadikoesoemo yang menginginkan Islam sebagai dasar negara.
Ada juga tokoh seperti Soepomo yang lebih fokus pada konsep negara integralistik yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa.
5. Proses Musyawarah dan Kompromi
Sidang BPUPK merupakan forum musyawarah di mana setiap anggota diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatnya.
Proses ini memungkinkan munculnya berbagai gagasan yang berbeda, namun pada akhirnya, para tokoh harus berkompromi untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima oleh semua pihak.
6. Kekhawatiran Terhadap Reaksi Kelompok Lain
Beberapa tokoh khawatir bahwa jika dasar negara terlalu condong ke satu agama atau ideologi tertentu, hal itu dapat menimbulkan penolakan dari kelompok lain.
Misalnya, usulan untuk menjadikan Islam sebagai dasar negara ditolak oleh kelompok non-Muslim, terutama dari wilayah Indonesia Timur, yang mengancam integrasi nasional.
Kesimpulan
Perbedaan gagasan tentang dasar negara dalam sidang pertama BPUPK muncul karena keragaman latar belakang, pemikiran, dan prioritas para tokoh bangsa. Selain itu, kekhawatiran terhadap perpecahan dan tekanan politik pada masa pendudukan Jepang juga memengaruhi proses perumusan dasar negara. Namun, melalui musyawarah dan kompromi, para tokoh akhirnya berhasil merumuskan Pancasila sebagai dasar negara yang dapat memersatukan seluruh rakyat Indonesia.
Makna Dasar Internasionalisme (Perikemanusiaan) dalam Pidato Sukarno 1 Juni 1945
Dalam Pidato 1 Juni 1945, Sukarno menyampaikan lima dasar negara yang kemudian dikenal sebagai Pancasila. Salah satu dasar yang ia usulkan adalah internasionalisme atau perikemanusiaan. Berikut adalah makna dari dasar internasionalisme yang disampaikan oleh Sukarno:
1. Penghargaan terhadap Nilai-Nilai Kemanusiaan yang Universal
Sukarno menekankan bahwa internasionalisme atau perikemanusiaan berarti menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
Artinya, bangsa Indonesia tidak hanya harus menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupannya sendiri, tetapi juga harus menghormati dan menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain di dunia.
2. Menjunjung Tinggi Persaudaraan Dunia
Sukarno menyatakan bahwa bangsa Indonesia harus menuju persaudaraan dunia.
Ini berarti bahwa Indonesia tidak boleh merasa lebih unggul atau meremehkan bangsa lain, melainkan harus berusaha membangun hubungan yang baik dan saling menghormati dengan semua bangsa di dunia.
3. Menolak Chauvinisme (Nasionalisme yang Sempit)
Sukarno menolak chauvinisme, yaitu bentuk nasionalisme yang sempit dan merendahkan bangsa lain.
Sebaliknya, ia mengajak bangsa Indonesia untuk memiliki sikap yang terbuka dan menghargai keberagaman serta perbedaan yang ada di dunia.
4. Menjadi Bagian dari Keluarga Bangsa-Bangsa
Dengan dasar internasionalisme, Sukarno menginginkan agar Indonesia tidak hanya menjadi bangsa yang merdeka, tetapi juga menjadi bagian dari keluarga bangsa-bangsa di dunia.
Ini berarti Indonesia harus aktif dalam membangun hubungan internasional yang baik dan berkontribusi terhadap perdamaian dan kesejahteraan global.
5. Menghindari Sikap Egois dan Merendahkan Bangsa Lain
Sukarno mengingatkan bahwa bangsa Indonesia tidak boleh merasa bahwa bangsa sendiri adalah yang terbaik atau termulia.
Sebaliknya, bangsa Indonesia harus memiliki sikap yang rendah hati dan menghormati bangsa-bangsa lain, serta berusaha untuk membangun hubungan yang harmonis dengan mereka.
6. Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan Global
Dasar internasionalisme juga mengandung makna bahwa Indonesia harus berperan dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan tidak hanya bagi rakyatnya sendiri, tetapi juga bagi seluruh umat manusia.
Ini mencerminkan semangat untuk berkontribusi dalam membangun dunia yang lebih adil dan sejahtera.
Kesimpulan
Dasar internasionalisme atau perikemanusiaan yang disampaikan oleh Sukarno dalam Pidato 1 Juni 1945 memiliki makna yang mendalam. Ia mengajak bangsa Indonesia untuk:
- Menghargai nilai-nilai kemanusiaan yang universal.
- Membangun persaudaraan dengan bangsa-bangsa lain di dunia.
- Menolak nasionalisme yang sempit dan merendahkan bangsa lain.
Menjadi bagian dari keluarga bangsa-bangsa yang aktif dalam membangun perdamaian dan kesejahteraan global.
Dengan demikian, dasar internasionalisme ini mencerminkan semangat kemanusiaan dan persaudaraan yang menjadi salah satu pilar penting dalam Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar